ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS
DI SEKOLAH
KONVENSIONAL
( opini)
|
Dari
latarbelakang usaha pendidikan seperti yang telah dilakukan oleh para tokoh menurut
jamannya, anak-anak berkebutuhan khusus pun perlu mendapatkan pendidikan.
Disebut berkebutuhan khusus, karena memang mereka butuh penanganan istimewa.
Mereka itu dapat dikategorikan sebagai anak yang mengalami keterbatasan atau
keluarbiasaan, baik fisik, mental intelektuan maupun sosial yang berpengaruh
secara signifikan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan dibanding dengan
anak-anak lain seusianya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara
pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada
umumnya. Banyak variasi untuk menyebut anak-anak berkebutuhan khusus seperti disability, impairment dan handicap.
Menurut kajian ilmiah, penyebab penyebab kondisi keluarbiasaan tersebut
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
Sebelum kelahiran atau pre-natal, pertama infeksi kehamilan
yang disebabkan oleh virus Liptospirosis yang
beasal dari air kencing tikus, virus
maternal rubella. Kedua gangguan genetika, terjadi akibat kelainan
kromosom, transformasi yang menyebabkan keracunan darah dan faktor keturunan.
Kegita usia ibu hamil yang beresiko yaitu terlalu muda (12-15) atau terlalu tua
(diatas 40). Selanjutnya karena keracunan saat hamil, penyakit menahun seperti TBC,
infeksi karena penyakit kotor, pengalaman traumatik yang menimpa ibu hamil,
toxoplasmosis(berasal dari virur binatang seperti ulu kucing dan sebagainya.
Pada saat proses kelahiran atau peri-natal. Misalnya proses
kelahiran lama, prematur, kekurangan ogsigen, kelahiran dengan alat bantu,
pendarahan, kelahiran sungsang, tulang ibu yang tidak proporsional.
Terjadi setelah anak dilahirkan ( pasca-natal). Ini dapat
terjadi karena keracunan, kecelakaan, tumor otak, kejang, diare semasa bayi,
infeksi bakteri, kekurangan zat makanan.
Dari hal-hal di atas dimungkinkan anak mengalami
keluarbiasaan baik fisik, mental emosioanal maupun sosial. Bagaimana pun
keadaannya anak-anak harus mendapatkan layanan pendidikan, mereka harus dibanntu
dalam perkembangannya agar menjadi orang dewasa melalui pendidikan. Memang
pemerintah telah mengusahakan anak-anak berkebutuhan khusus ini untuk sekolah
di PLB, yaitu pendidikan Luar Biasa. Di samping itu sekarang banyak dari
lembaga swasta atau perorangan membantu menangani naka-anak yang berkebutuhan
khusus ini agar bisa mengikuti pendidikan di sekolah konvensional. Karena
keterbatasan pengetahuan, atau malu dan beban psikologis, kadang orangtua
enggan berkonsultasi mengenai anaknya yang memiliki gejala luar biasa dan
cenderung memasuknan anaknya ke sekolah umum atau konvensional yang
diperuntukkan bagi anak-anak normal. Pertanyaannya adalah :
1 Apakah para Guru sudah siap untuk melayani anak-anak
berkebutuhan khusus ini bersama-sama dengan anak-anak normal?
2 Apakah orang tua pada umumnya tidak khawatir
pendidikan anak-anaknya terganggu ?
Dari dua pertanyaan tersebut di atas, penulis ingin mencoba
membangun opini. Sebagai orang yang cukup lama berkecimpung dalam pendidikan
formal. Pernah sebagai guru SD, SMP dan yang lama di SMA. Keadaannya berbeda,
namun dialami beberapa hal yang sama yaitu timbul permasalahan dalam
pengelolaan kelas ketika ada dua atau lebih siswa yang berakarakter istimewa,
penulis tidak berani menyebut luar biasa. Dengan pendekatan individual dapat
dilakukan jika perbedaannya tidak menyolok, artinya ada karakter luar biasa
tetapi masih bisa diatasi. Oleh sebab itu Guru perlu tahu latar belakang atau
riwayat pedidikan anak sebelumnya. Ada beberapa opini atau pendapat yang dapat
disheringkan sebagai berikut :
1 Terutama Sekolah (Para pendidik) perlu memahami
batas-batas keluarbiasaan anak-anak sejauh mana yang dapat diterima di sekolah
konvensional. Hal ini perlu berkonsultasi dengan para ahli psikologi dan para
pakar pendidikan luar biasa. Bila perlu harus bekerja sama dengan Dinas
Pendidikan yang menangani SLB sebagai pendampingan. Lain halnya jika memang
direncanakan untuk Sekolah Inklusi, semua harus dipersiapkan dengan perencanaan
yang baik, sarana dan prasarananya. Juga ada training terhadap guru. Ini memang
dapat menarik bagi masyarakat. Sekolah yang ramah terhadap penyandang
disabilitas di Indonesia masih perlu diperjuangkan, di sisi yang lain para Guru
tidak banyak dibekali untuk menangani anak-anak yang berkebutuhan khusus.
2 Orangtua calon siswa juga harus mengetahui
dengan pasti kondisi putra-putrinya, harus ada perhatian. Jika memang putra-putrinya
memerlukan kebutuhan khusus perlu dipertimbangkan jika mau memilih sekolah.
Jika orangtua sudah mengetahui sebelumnya bahwa anaknya berkebutuhan khusus
atau luar biasa maka sebaiknya konsultasi kepada ahli. Tidak boleh sakit hati
jika ditolak di suatu sekolah karena memang sekolah tersebut tidak sanggup
melayani karena keterbatasan sarana dan prasarana.
3 Jika mau dirintis Sekolah Inklusi, harus
dipersiapkan dengan baik jika perlu mencari Konsultan Pendidikan, workshof
bertema pendidikan inklusi atau jika perlu studi banding di sekolah yang sudah
melaksanakan pendidikan inklusi.
Menyambut anjuran Bapak Menteri
Sosial bahwa Indonesia harus ramah disabilitas, memang baik jika lembaga yang
mengelola pendidikan mulai memikirkan hal ini. Kita harus bangun opini bahwa
saudara kita yang menyandang keterbatasan perlu “diuwongke”, artinya perlu diakui martabatnya bahwa mereka juga
mempunyai kelebihan yang mungkin tidak dimiliki oleh orang-orang yang normal
secara fisik. Mereka yang menyandang disabilitas ternyata banyak memberikan
kontribusi dalam pembangunan jika dikaryakan. Masalahnya kadang perusahaan
tidak mau repot dan takut produksinya terhambat. Semoga opini ini dapat memberi
inspirasi bagi para penyelenggara pendidikan atau minimal bagi pemerhati
pendidikan maupun para guru dan orangtua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar