Jumat, 30 November 2018

OPINI


ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
DI SEKOLAH KONVENSIONAL
( opini)

       Undang-Undang menjamin setiap warga negara untuk mendapatkan pelayanan pendidikan, bahkan setiap warga negara wajib belajar. Konsekuensinya negara menyediakan fasilitas belajar baik sekolah-sekolah konvensional maupun sekolah khusus (luar biasa). Untuk melayani pendidikan tersebut pihak swasta juga ikut berkontribusi dengan mendirikan sekolah-sekolah. Dalam sejarah pendidikan di Indonesia, kita mengenal tokoh-tokoh seperti Ki Hajar Dewantara yang terkenal dengan Perguruan Taman Siswa, KH. Ahmad Dahlan, beliau membuka cakrawala pendidikan (Islam) di Indonesia, R.A Kartini dengan memperjuangkan pendidikan bagi kaum perempuan pada jamannya, RA.Dewi Sartika, beliau mendirikan sekolah untuk perempuan meskipun saat itu (sebelum kemerdekaan) banyak ditentang dianggap bertentangan dengan adat. Kita juga mengenal tokoh-tokoh pendidikan seperti : Sandiah Kasur atau dikenal dengan Ibu Kasur, seniman dan tokoh pendidikan; Seto Mulyadi atau Kak Seto, ia seorang pakar psikologi anak; YB. Mangun Wijaya, seorang Imam sekaligus seoang Arsitek, beliau sangat prihatin dengan pendidikan di Indonesia oleh karena itu Ia mendirikan Yayasan Dinamika Edukasi Dasar. Beliau berujar “ Biarlah pendidikan tinggi brengsek dan awut-awutan. Namun, kita tidak boleh menelantarkan pendidikan dasar”.
   Dari latarbelakang usaha pendidikan seperti yang telah dilakukan oleh para tokoh menurut jamannya, anak-anak berkebutuhan khusus pun perlu mendapatkan pendidikan. Disebut berkebutuhan khusus, karena memang mereka butuh penanganan istimewa. Mereka itu dapat dikategorikan sebagai anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan, baik fisik, mental intelektuan maupun sosial yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan dibanding dengan anak-anak lain seusianya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Banyak variasi untuk menyebut anak-anak berkebutuhan khusus seperti disability, impairment dan handicap. Menurut kajian ilmiah, penyebab penyebab kondisi keluarbiasaan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
Sebelum kelahiran atau pre-natal, pertama infeksi kehamilan yang disebabkan oleh virus Liptospirosis yang beasal dari air kencing tikus, virus maternal rubella. Kedua gangguan genetika, terjadi akibat kelainan kromosom, transformasi yang menyebabkan keracunan darah dan faktor keturunan. Kegita usia ibu hamil yang beresiko yaitu terlalu muda (12-15) atau terlalu tua (diatas 40). Selanjutnya karena keracunan saat hamil, penyakit menahun seperti TBC, infeksi karena penyakit kotor, pengalaman traumatik yang menimpa ibu hamil, toxoplasmosis(berasal dari virur binatang seperti ulu kucing dan sebagainya.
Pada saat proses kelahiran atau peri-natal. Misalnya proses kelahiran lama, prematur, kekurangan ogsigen, kelahiran dengan alat bantu, pendarahan, kelahiran sungsang, tulang ibu yang tidak proporsional.
Terjadi setelah anak dilahirkan ( pasca-natal). Ini dapat terjadi karena keracunan, kecelakaan, tumor otak, kejang, diare semasa bayi, infeksi bakteri, kekurangan zat makanan.
Dari hal-hal di atas dimungkinkan anak mengalami keluarbiasaan baik fisik, mental emosioanal maupun sosial. Bagaimana pun keadaannya anak-anak harus mendapatkan layanan pendidikan, mereka harus dibanntu dalam perkembangannya agar menjadi orang dewasa melalui pendidikan. Memang pemerintah telah mengusahakan anak-anak berkebutuhan khusus ini untuk sekolah di PLB, yaitu pendidikan Luar Biasa. Di samping itu sekarang banyak dari lembaga swasta atau perorangan membantu menangani naka-anak yang berkebutuhan khusus ini agar bisa mengikuti pendidikan di sekolah konvensional. Karena keterbatasan pengetahuan, atau malu dan beban psikologis, kadang orangtua enggan berkonsultasi mengenai anaknya yang memiliki gejala luar biasa dan cenderung memasuknan anaknya ke sekolah umum atau konvensional yang diperuntukkan bagi anak-anak normal. Pertanyaannya adalah :
1    Apakah para Guru sudah siap untuk melayani anak-anak berkebutuhan khusus ini bersama-sama dengan anak-anak normal?
2     Apakah orang tua pada umumnya tidak khawatir pendidikan anak-anaknya terganggu ?
Dari dua pertanyaan tersebut di atas, penulis ingin mencoba membangun opini. Sebagai orang yang cukup lama berkecimpung dalam pendidikan formal. Pernah sebagai guru SD, SMP dan yang lama di SMA. Keadaannya berbeda, namun dialami beberapa hal yang sama yaitu timbul permasalahan dalam pengelolaan kelas ketika ada dua atau lebih siswa yang berakarakter istimewa, penulis tidak berani menyebut luar biasa. Dengan pendekatan individual dapat dilakukan jika perbedaannya tidak menyolok, artinya ada karakter luar biasa tetapi masih bisa diatasi. Oleh sebab itu Guru perlu tahu latar belakang atau riwayat pedidikan anak sebelumnya. Ada beberapa opini atau pendapat yang dapat disheringkan sebagai berikut :
1    Terutama Sekolah (Para pendidik) perlu memahami batas-batas keluarbiasaan anak-anak sejauh mana yang dapat diterima di sekolah konvensional. Hal ini perlu berkonsultasi dengan para ahli psikologi dan para pakar pendidikan luar biasa. Bila perlu harus bekerja sama dengan Dinas Pendidikan yang menangani SLB sebagai pendampingan. Lain halnya jika memang direncanakan untuk Sekolah Inklusi, semua harus dipersiapkan dengan perencanaan yang baik, sarana dan prasarananya. Juga ada training terhadap guru. Ini memang dapat menarik bagi masyarakat. Sekolah yang ramah terhadap penyandang disabilitas di Indonesia masih perlu diperjuangkan, di sisi yang lain para Guru tidak banyak dibekali untuk menangani anak-anak yang berkebutuhan khusus. 
2   Orangtua calon siswa juga harus mengetahui dengan pasti kondisi putra-putrinya, harus ada perhatian. Jika memang putra-putrinya memerlukan kebutuhan khusus perlu dipertimbangkan jika mau memilih sekolah. Jika orangtua sudah mengetahui sebelumnya bahwa anaknya berkebutuhan khusus atau luar biasa maka sebaiknya konsultasi kepada ahli. Tidak boleh sakit hati jika ditolak di suatu sekolah karena memang sekolah tersebut tidak sanggup melayani karena keterbatasan sarana dan prasarana.
Jika mau dirintis Sekolah Inklusi, harus dipersiapkan dengan baik jika perlu mencari Konsultan Pendidikan, workshof bertema pendidikan inklusi atau jika perlu studi banding di sekolah yang sudah melaksanakan pendidikan inklusi.
          Menyambut anjuran Bapak Menteri Sosial bahwa Indonesia harus ramah disabilitas, memang baik jika lembaga yang mengelola pendidikan mulai memikirkan hal ini. Kita harus bangun opini bahwa saudara kita yang menyandang keterbatasan perlu “diuwongke”, artinya perlu diakui martabatnya bahwa mereka juga mempunyai kelebihan yang mungkin tidak dimiliki oleh orang-orang yang normal secara fisik. Mereka yang menyandang disabilitas ternyata banyak memberikan kontribusi dalam pembangunan jika dikaryakan. Masalahnya kadang perusahaan tidak mau repot dan takut produksinya terhambat. Semoga opini ini dapat memberi inspirasi bagi para penyelenggara pendidikan atau minimal bagi pemerhati pendidikan maupun para guru dan orangtua.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar